UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa, Kades Dilarang Terlibat Politik Praktis. 

Puruk Cahu, MKNews-Politik praktis yang melibatkan para ASN dan pegawai yang gajinya bersumber dari uang rakyat APBN atau APBD dapat dapat merugikan bagi pelaku atau pengikut politik praktis tersebut. Pasalnya selain bertentangan dengan berbagai regulasi atau peraturan juga rawan mendapat sanksi berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil dan UU No. 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara yang diperkuat dengan adanya Surat Edaran Menteri yang menyebutkan setiap Pegawai Negeri Sipil  dilarang berkampanye, baik dalam pemilihan presiden, pemilihan legislatif maupun pemilihan kepala daerah (gubernur, wali kota/bupati). Untuk kepala desa, sesuai dengan UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa juga melarang kepala desa terlibat dalam politik praktis. 

Terlebih lagi bagi tenaga honorer atau kontrak di instansi pemerintah maupun BUMN atau BUMD yang hanya mengantongi SK atau Surat Perjanjian Kerja dari pimpinan masing-masing yang sewaktu-waktu dengan sangat mudahnya dapat dijatuhi sanksi. 

Walaupun tidak diatur secara ekplisit di dalam peraturan pemerintah, tenaga honor atau kontrak, tetap tidak diperbolehkan terlibat dalam politik praktis, karena pegawai honor atau kontrak merupakan bagian dari ASN dan gaji yang mereka terima berasal dari uang rakyat yang bersumber dari APBD atau APBN.

Sekarang ini sangat banyak pihak-pihak yang menerima gaji atau honor yang berasal dari uang rakyat baik dari APBN maupun APBD selain ASN dan Aparatur pemerintah lainnya. Seperti, Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Demang, Kepala Adat, (Mantir Adat jika sudah disetujui), Ketua RW dan Ketua RT.

“Di jaman reformasi ini sebaiknya politik praktis peniggalan jaman Orde Baru itu ditinggalkan, mari berpolitik dengan baik dan profesional”, himbau salah seorang aktivis lintas kabupaten yang minta namanya tidak ditulis.

Menurut pandangan aktivis dan pengamat politik, ditengarai masih ada oknum-oknum yang memanfaatkan oknum tenaga kontrak atau honorer untuk terlibat dalam politik praktis untuk mendukung salah satu calon. Dan lebih parahnya lagi jika ada oknum tenaga kontrak atau honorer itu dilibatkan untuk berkampanye secara sembunyi-sembunyi atau ikut serta dalam serangkaian kegiatan sosialisasi salah satu paslon ke desa-desa.

Dampak buruk lainnya dari politik praktis, sebagai perumpamaan, seandainya ada salah seorang oknum tenaga kontrak atau honorer tidak bersedia terlibat dalam politik praktis atas perintah oknum atasannya, maka seringkali akan berujung dengan pemberhentian, terlebih lagi jika berbeda pendapat dan diketahui tidak mendukung jagoannya. Dan ada lagi contoh yang tidak menunjukkan sikap profesionalisme, jika ada saudara atau orangtua dari oknum tenaga kontrak atau honorer kedapatan tidak mendukung calonnya, maka seringkali juga berujung dengan pemberhentian. Perilaku seperti ini menunjukkan oknum tersebut bukan sebagai pemimpin yang profesional dan tidak berkualitas. (Tim).




Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url