KETUA UMUM DPD SPSI KALTENG : Inilah yang Disebut dengan Perbudakan Modern

Https://www.mediakaltengnews.com -Pulang Pisau- Menanggapi pemberitaan sebelumnya terkait permasalahan perselisihan yang terjadi dari pihak Pimpinan Unit Kerja Serikat Pekerja Pertanian dan Perkebunan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PUK SP.PP-SPSI) Kabupaten Pulang Pisau dengan pihak Manjemen Perusahaan PT. Nagabhuana Aneka Piranti yang beroperasi di Desa Bontui, Kecamatan Kahayan Hilir, Kabupaten Pulang Pisau, Jaka selaku Manager Human Resources Development (HRD) di PT. Nagabhuana Aneka Piranti membenarkan kalau pihak perusaan masih belum mampu untuk membayar upah karyawan sesuai Upah Minimum Regional (UMR).

“ Untuk upah memang kita belum bisa memberikan penuh sesuai UMR karena kondisi perusahaan masih belum stabil dan  normal” ujarnya Kepada wartawan Mediakaltengnews ini Via Telepon, Jum'at (17/09/2021).

Jaka sebutkan juga, apabila buruh atau karyawan tidak mau tanda tangan yakni tidak mau menyepakati perjanjian kerja bersama karena didalam perjanjian kerja bersama itu gajih masih dibawah UMR yang dibuat oleh perusahaan maka secara otomatis dia tidak bisa aktif bekerja di perusahaan tersebut meski buruh atau pekerja sudah bekerja aktif di perusahaan itu lebih dari 1 tahun lamanya. Begitu juga kata Jaka, meskipun Buruh atau Karyawan yang bekerja sudah lebih dari 1 tahun maka dia tetap Buruh Harian Lepas.

Menanggapi hal itu, Ketua Umum DPD SPSI Kalimantan Tengah Junaidy Akik, SH mengatakan,

1. Pembuatan kontrak kerja adalah memang menjadi tanggung jawab perusahaan, lalu kontrak kerja tersebut berdasarkan apa ? apakah berdasarkan Peraturan Perusahaan 'NBA' atau apakah Peraturan Perusahaan itu isinya memuat apa yang diamanahkan Undang Undang ?

Dan pula apakah sudahkah diverifikasi oleh Dinas yang membidangi tenaga kerja isi dari Peraturan Perusahaan, apakah isinya telah memuat hal yang diatur di ketentuan Undang Undang sesuai dengan bunyi pasal 13 PP Nomor 35 Tahun 2021 ?
Lalu kenapa pekerja disuruh tanda tangan kontrak dengan upah di bawah UMK atau UMP ?
Ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) Pasal 4 dan 5 mengatur pekerjaan yang jenis dan sifat atau kegiatannya bersifat tidak tetap (sementara), dalam kontrak kerja wajib dicantumkan apa pekerjaan yang diberikan oleh perusahaan dan perhitungan upahnya serta berapa lama pekerjaan itu diselesaikan sebagaimana maksud  Pasal 11.


2. PP 35 Tahun 2021 pasal 14 mewajibkan PKWT yang telah ditanda tangani wajib dicatatkan oleh pengusaha pada kementrian Bidang Ketenaga Kerjaan secara daring paling lama 3 hari kerja sejak  penanda tangan PKWT dan apabila pencatatan secara daring belum tersedia, maka pencatatan PKWT dilakukan oleh pengusaha secara tertulis di Dinas Ketenaga kerjaan Kabupaten Kota paling lama 7 hari kerja sejak penanda tanganan PKWT. Dan PKWT yang diadakan/dibuat untuk pekerjaan yang sifatnya tetap demi hukum berubah menjadi PKWTT (perjanjian kerja waktu tidak tentu)

3. Perusahaan boleh saja tidak membayar upah pekerja tidak sesuai UMP/UMK karena perusahaan terseok - seok. Peruasaan sekelas 'NBA' adalah perusahaan Go Publik bukan tergolong UMKM  yang pengupahannya dikecualikan dari UMP/UMK sebagaimana ketentuan PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan. 
Jika PT NBA tidak dapat membayar sesuai dengan UMP Kalteng atau UMK Kabupaten Pulang Pisau, maka PT NBA wajib meminta penangguhan secara Resmi kepada Gubernur Kalimantan Tengah atas pelaksanaan UMP atau UMK, bukan dengan cara memaksa buruh menanda tangani kontrak kerjanya dengan menerima upah di bawah UMP-UMK...

“ Inilah yang disebut dengan perbudakan modern” tegasnya.

Junaidy Akik sebutkan pula, jikalau Perusahaan ingin menambah karyawannya agar meningkatkan produksinya itu hal yang wajar berarti perusahaan peduli mengurangi pengangguran, namun jadi hal aneh saja dimana logika berfikirnya karena karyawan yang ada aja belum mampun dibayar sesuai dengan ketentuan Undang undang lalu karyawan yang baru itu dibayar sesuai UMP/UMK...?

Selanjutnya Junaidy Akik  katakan pada poin ke :

4. PP Nomor 36 tahun 2021 pasal 23 melarang pengusaha memberikan upah dibawah upah minimum, pasal 14 dan pasal 15 juga mengatur bahwa Upah ditetapkan berdasarkan satuan Waktu dan/atau satuan hasil. Pasal 21 mengatur Satuan waktu perjam,harian, atau bulanan diatur dan Peraturan Perusahaan atau PKB terhadap struktur dan skala upah. Sedangkan satuan hasil ditetapkan sesuai dengan hasil pekerjaan dan merupakan kesepakatan antara pekerja dan pengusaha. Dalam ketentuan PP Nomor 36 Tahun 2021 pasal 16 ayat (4) mengatur untuk perhitungan Upah perjam terendah menggunakan fomula penghitungan : Upah perjam terendah = upah sebulan dibagi 126.
Angka 126 merupakan angka pembagi yangb diperoleh dari hasil perkalian 52 minggu dikalikan 19 jam dibagi 12 bulan. 29 jam merupakan median jam kerja tertinggi.

“ Kasus ini pelanggaran hak normatif dan melanggar undang undang, jadi penyelesaiannya bukan bidang Hubungan Industrial melainkan bidang pengawasan (Penyidikan)” tandasnya. (Penulis Drt)
Next Post Previous Post
1 Comments
  • Unknown
    Unknown 17 September 2021 pukul 22.25

    Ss

Add Comment
comment url