Damang Sesalkan Pengurus Kelompok Tani Dayak Misik Dan PT IPK Tidak Hadiri Mediasi


MENTAYA HULU, MKNews - Ratusan warga masyarakat Desa Penda Durian, Kecamatan Mentaya Hulu Kabupaten Kotawaringin Timur kembali diundang pihak Kedamangan Kecamatan Mentaya Hulu untuk melakukan mediasi. Hal itu digelar terkait tuntutan warga  mengenai kemitraan yang dijanjikan PT Intiga Prabhakara Kahuripan (IPK).

Mediasi digelar di gedung serba guna/gedung olah raga di Kelurahan Kuala Kuayan, Sabtu 25 Mei 2019. Sebelumnya mediasi dijadwalkan pada hari Sabtu, 18 Mei 2019, tapi karena pihak Dayak Misik tidak bisa hadir, lalu Damang melakukan perubahan jadwal, Damang mengundangkan kembali hari Sabtu, 25 Mei 2019, namun pihak Dayak Misik, pihak perusahaan dan pihak unsur muspika pun tidak hadir pada pertemuan itu.

Turut hadir dalam mediasi tersebut Ketua Harian Dewan Adat Dayak Provinsi Kalimantan Tengah, Dr. Mambang Tubil SH. M.AP, Damang Kepala Adat Kecamatan Parenggean, Damang Kepala Adat Kecamatan Bukit Santuai, Kerapatan Mantir Adat Kecamatan Mentaya Hulu dan Mantir Adat dari beberapa Desa serta ratusan warga masyarakat Desa Penda Durian.
Damang Kepala Adat Kecamatan Mentaua Hulu, Hartono dalam sambutannya mengatakan, kami sudah mengundang semua unsur terkait dalam hal ini, unsur Muspika, pengurus Kelompok Tani Dayak Misik desa Penda Durian dan pihak perusahaan PT IPK.

“Tapi sayang pihak-pihak tersebut tidak bisa hadir dan yang paling saya sesalkan kenapa dari pihak perusahaan dan Kelompok Tani Dayak Misik tidak hadir sementara saya sudah mengundur jadwal. Menurut saya, pengurus Kelompok Tani  Dayak Misik Desa Penda Durian menganggap sepele permasalahan ini dan kesannya Kelembagaan Adat tidak dihargai,” katanya.

Pada kesempatan itu, Ketua harian DAD Kalteng, Dr. Mambang Tubil SH. M.AP mengatakan, Damang jangan ragu-ragu memberikan keputusan terkait permasalahan lembaga adat apabila salah satu pihak tidak ada itikad baik.
“Kelembagaan adat patut dihargai oleh semua pihak dan kehadiran para pengusaha itu harusnya  bisa mensejahterakan masyarakat setempat jangan malah sebaliknya mengsensarakan. Jika belum ada itikad baik dan melihat permasalahan ini, harus dibentuk hakim adat yang terdiri dari beberapa damang,” tegasnya.

Juru bicara  masyarakat Adat Desa Penda Durian, Ahmad Maulana menjelaskan, permasalahan ini sebenarnya antara masyarakat Desa Penda Durian dengan PT IPK dan Kelompok Tani Dayak Misik karena lahan masyarakat yg ada diduga telah dicaplok/dirapas Dayak Misik, sementara masyarakat mendapatkan pembagian lahan yang telah dipersil dari SKTA Global dan masing- masing nya sudah mengantongi Surat Keterangan Tanah Adat (SKT-A) per orang.
"Dalam menunjukan sikap maka warga masyarakat Desa Penda Durian memasang patok dan papan plang dilahan yang di klaim seluas 798 hektar," katanya.

Ahmad Maulana menambahkan, diketahui, bahwa permasalahan tersebut sebetulnya sudah disepakati, akan tetapi dengan bermacam-macam alasan pihak perusahaan seakan menghindar dari perjanjian yang sudah disepakati bersama tersebut dan bahkan terkesan pihak perusahaan mengalihkan permasalahan bahwa dalam permasalahan yang ada justru Kelompok Tani Dayak Misik yang bertanggung jawab. 

“Sementara lahan tersebut berkaitan dengan hak ulayat masyarakat hukum adat setempat yg digarap pihak perusahaan sejak tahun tahun 2003 dan areal tersebut di luar ijin seluas 1050 hektar kemudian diserahkan kepada masyarakat.

Lebih lanjut ia memaparkan, awalnya menurut pembagian anggotanya Dayak Misik hanya 159 orang dan mendapat lahan seluas 702 Hektar sesuai pembagiannya dan non anggota 191 orang seluas 798 Hektar, untuk lahan kas Desa seluas 100 Haktar dan lahan/tanah belukar atau kebun masyarakat seluas 250 Hektar.  

“Namun yg terjadi,  Kelompok Tani Dayak Misik Desa Penda Durian melakukan kemitraan 1050 Hektar melalui Koperasi Produsen Dayak Misik Desa Penda Durian yg dibentuk mereka bersama pemerintahan Desa. Dalam pembentukan Koperasi tersebut tidak transparan. Menurut informasi bahwa anggota koperasi yg benar benar masyarakat setempat  kurang lebih hanya 35 %  dan kurang lebih 65 % nya masyarakat setempat non anggota Koperasi,” paparnaya. 

Menurutnya, dalam permasalahan ini, diduga ada penyalahgunaan wewenang oleh oknum oknum tertentu/kelompok sehingga  diduga kuat bahwa hak-hak masyarakat ingin dihilangkan begitu saja.(unt)
Next Post Previous Post